author : mii
rating : NC-17 *plak* gag cing, PG ajekek.a xD
genre : angst
band : the GazettE
Semilir angin berhembus, menghantarkan jiwa yang kelabu tersandar pada sebongkah kayu kokoh besar, pikirannya tenggelam dalam suara desiran ombak yang terus naik ke permukaan, seorang anak muda berbalutkan baju putih dengan mata kelamnya menangis, menatapi pinggiran pantai yang dimakan habis air ombak, isakannya kecil, namun suaranya mengiris hati. Ia berjalan menyusuri pinggiran pantai itu dan kemudian terduduk di pinggiran pantai itu membiarkan tubuhnya basah karena air pantai.
Pagi berkabut menyambut, sang anak bermata kelam tengah duduk di depan piano hitam kesayangannya, ia memainkan nada - nada indah, bibirnya ikut melagukan syair syair yang menggambarkan perasaannya, indah namun menyanyat hati bagi yang mendengarnya. “Uruha”seru seseorang, mendengar namanya tersebut anak bermata kelam itu beranjak dari pianonya berlari bersembunyi di balik lemarinya. Naas, orang yang memanggilnya itu terlanjur melihat kemana Uruha sang anak bermata kelam itu bersembunyi. Orang itu menjambak rambut panjang Uruha dan menyeret Uruha keluar dari persembunyiannya. “kau anak biadab, sudah kubilang jangan pernah kau menyentuh benda berbunyi sialan itu !!! aku tak suka kau bermain musik !!” bentak orang itu kepada Uruha, Uruha terisak sembari mengangguk. Orang itu kemudian melepaskan Uruha dan menatap sinis kepadanya, “musik mu itu menjijikan !” ujarnya, Uruha masih terisak tak berani menjawab, orang itu pun berlalu.Uruha terduduk memeluk lututnya, isakannya masih belum mereda, air matanya tumpah berguguran sudah. “maaf bu, maaf…” ujar Uruha pelan dalam isakannya. Uruha kemudian berjalan pelan kearah kamarnya yang tak jauh dari tempat ia memainkan pianonya, dan kemudian ia mengambil sebuah buku biru usang dan membukanya, ia menatapi semua apa yang tertulis di buku biru usang itu. Ia memejamkan matanya dan membiarkan dunia bawah sadarnya mengambil alihnya.
“Uruha… Uruha…” panggil seseorang, Uruha pun terbangun dari tidurnya, “Uruha” suara lembut itu memanggil Uruha lagi, Uruha bangkit dari tempat ia tertidur tadi, betapa terkejutnya ia mendapati dirinya kembali ke masa lalunya ketika ia masih berusia lima tahun, ia melihat dirinya sendiri yang tengah bercanda gurau dengan keluarganya, ia melihat ayahnya yang sedang memainkan Piano yang tadi ia mainkan dan Ibunya yang bernyanyi mendampingi Ayahnya, dirinya yang masih kecil saat itu tersenyum riang melihat kebahagiaan itu, hati Uruha terasa sangat hangat, ia tersenyum lembut melihat apa yang ia lihat di depannya saat ini. “ini adalah mimpi indah” ujar Uruha pelan, namun perlahan suasana yang ia lihat tadi berubah, ayahnya pergi bersama wanita lain dan meninggalkan ibunya dan dirinya, “jangan... aku tak mau melihat ini” ujar Uruha saat melihat Ibunya yang membakar Biola milik ayahnya, dan beserta semua partitur milik ayahnya, ibunya membakar semua alat usik yang ada dirumah itu, kecuali piano itu, “Uruha, mulai sekarang Ibu harap kau tak akan mengenal apa itu musik walaupun kau berbakat seperti ayah mu!”. “URUHA!!” teriak seseorang di depan pintu kamarnya, Uruha terbangun dan tersadar, ia melihat ibunya berdiri di depannya dengan wajah seram membawa sebuah pisau dapur, “berani beraninya kau, tunjukan apa yang tertulis di buku itu !” bentak ibunya lagi, Uruha menggeleng pelan memeluk buku partiturnya,”TUNJUKAN PADAKU ATAU PISAU TAJAM INI AKAN MENANCAP DI DADA MU !” bentak ibunya lagi, Uruha menangis, ia tetap menyembunyikan buku partiturnya, “jangan bu, Uruha mohon bu” ujar Uruha, ibunya tetap memaksa Uruha untuk memberikan buku itu. “PLAK”, sebuah pukulan mendarat di wajah Ibu Uruha, tanpa sadar Uruha menampar ibunya, Ibunya kemudian tersadar, dan menatap Uruha “kau.. kau berani menamparku ??” ujar ibunya pelan sembari menatapi Uruha sinis. “kau lebih memilih wanita itu ? kau tak peduli lagi pada ku ? kau akan pergi dari ku ?” Ibu Uruha berkhayal kalau Uruha itu adalah suaminya, “kau akan pergi ? meninggalkan aku ?” Ibu Uruha mulai terisak, Uruha memeluk Ibunya “maaf bu, maaf” ujar Uruha, sesaat ibunya tersadar, dan mendorong tubuh Uruha. “apa yang kau lakukan, hah ?” pekik ibunya, ibunya menatapi Uruha ketakutan, “kau ingin membunuh ibu mu ini, nak ?” Tanya ibunya kepada Uruha yang masih berdiri di depannya, pisau yang tadi di bawa ibunya terjatuh di bawah kaki Uruha, ibunya kemudian mundur perlahan “tidak, tidak.. jangan mendekat kau anak biadab, kau sama seperti ayah mu ! kau pembunuh ! kau gila !” Ibunya berlari keluar dari kamar Uruha. Uruha masih berdiri tegap, memandangi pintu kamarnya. “yang gila itu... siapa sih ?” ucap Uruha pelan.
Uruha kini sedang duduk sendirian di bawah pohon cemara dibelakang rumahnya, ia menulis syair - syair tumpahan perasaannya di buku biru usang itu, sebenarnya buku itu adalah buku peninggalan ayahnya yang ia temukan di bawah kasur kamarnya sepuluh tahun yang lalu. “haaaah..” Uruha menghela nafas, ia memandangi pantai yang indah di depan matanya itu. “ayah, apa yang harus aku lakukan ?” ujar Uruha pelan. “apakah di kemudian hari aku juga akan menjadi gila seperti ibu ?” batin Uruha, ia meletakkan buku biru usangnya di samping tubuhnya, matanya yang mulai lelah perlahan tertutup. “Uruha…” panggil seseorang di depannya, “oh Uruha”, Uruha merasakan tubuhnya tertindih sesuatu, ia membuka matanya perlahan, sedikit buram pertama ia melihat sesosok ibunya yang sedang tersenyum lembut kepadanya, Uruha membalas senyuman ibunya, “Ibu” ujarnya, Uruha Kembali mengatupkan matanya dan berfikiran kalau apa yang ia lihat barusan adalah mimpi, “Uruha anakku sayang, mau kah kau ikut ibu pergi ke Neraka ?” Uruha tersentak mendengar apa yang barusan ibunya katakan, sepasang tangan halus melingkar di leher Uruha, menyita udara udara yang ada si tenggorokan Uruha, “ibu .. le..lepas..lepaskan.. bu” ujar Uruha di sela-sela nafasnya yang tersita, mati-matian ia menarik nafas. Ibunya menyeringai sembari menyibakan poni panjangnya, “kau akan mimpi indah selamanya anakku, selamat tinggal” ujar Ibunya sembari memperkuat cekikannya. Uruha meronta, sekuat tenaga ia melawan apa yang sedang ia hadapi sekarang, “hahahahaha, sudahlah anakku sayang, kau akan tertidur dalam mimpi indah mu, percayalah pada ibu” ujar ibunya lagi. Uruha kemudian menendang perut ibunya, alhasil ibunya melepaskan cekikannya dan tertunduk, Uruha meraih buku biru usangnya dan berlari menjauhi Ibunya kearah rumah mereka. “Kau memang anak biadab Uruha !!” Ibunyapun berdiri dan kemudian mengejar Uruha, Uruha berlari kearah gudang bawah tanah, dan bersembunyi si samping peti Contra Bass milik ayahnya, “Oh Uruha, Ibu tau kau ada di bawah sana” ujar Ibunya dari depan pintu gudang, “cket..krriiieet” suara desitan tangga usang yang di injak perlahan oleh ibu Uruha yang turun kedalam gudang bawah tanah, “aku tahu, kau pasti bersembunyi di sini, menyerahlah, ibu tidak akan menyakitimu, karena ibu sayang pada mu” ujar ibunya lagi, Uruha setengah mati berdoa agar ibunya tidak menemukan dirinya, perlahan Ibunya berjalan mendekati tempat persembunyian Uruha, “bau bangkai mu itu sudah tercium olehku, wahai kau anak biadap, sudahlah kau menyerah saja” ujar ibunya lagi, Uruha meneguk liurnya, keringat dingin mengucur deras di keningnya. “BA !!!” pekik ibunya di depan tempat persembunyian Uruha, namun sayang Uruha telah berpindah dari persembunyiannya, “duk duk duk” suara tangga berdegum saat Uruha berlari keluar dari gudang itu, “cih, kau memang biadab” ujar ibunya yang ikut berjalan mengejar Uruha, Uruha bingung kemana ia harus berlari, ia pun memutuskan untuk berlari ke kamar ayahnya di lantai dua, secepat kilat ia berlari kesana, sesampai di sana ia bersembunyi di balik tirai tempat ayahnya biasa menyimpan Contra Bass, “kau ini memang anak bodoh ya” ujar ibunya lagi, betapa terkejutnya Uruha, ternyata ibunya sudah menemukannya lagi, “sudah kubilang, bau bangkai mu itu sudah tercium” ujar Ibunya, kemudian ibunya menarik tirai tempat Uruha bersembunyi, Uruha tersentak kembali, ibunya menyodorkan sebuah pistol kearah kening Uruha, Uruha sedikit mundur dari tempat ia berdiri sehingga tersandar di dinding, ibunya mengambil aba - aba untuk menekan pelatuk pistol itu dan mengarahkannya ke dada Uruha, “unh, sebelum kau pergi bermimpi indah, apakah kau memiliki permintaan terakhir ?” Tanya ibunya, Uruha tertunduk dan kemudia ia melihat sebuah benda hitam di meja tepat di samping tempat ia tersandar, perlahan tangannya berpindah kearah benda itu, “ibu, kau tahukan aku sangat menyayangi, dan bagi ku ini adalah hari terindah dalam hidupku, karena aku bisa lepas dari kegilaan mu” ujar Uruha, Ibunya tersenyum, “dihari terakhir ini, aku harap Ibu akan bahagia: ujar Uruha sembari tersenyum lembut, “DOOOOOOR!” suara desingan pistol terdengar, sunyi sesaat, “bruuuk” seseorang ambruk dengan darah mengucur deras dari arah kepalanya, “selamat tinggal ibu” ujar Uruha sembari tersenyum melihat mayat ibunya yang tergeletak di bawah kakinya, ia tersenyum puas, “ah, akhirnya aku mendapatkan ide untuk syair terakhir laguku” ujar Uruha, ia pun menulis apa yang ia rasakan saat itu, ia menyeringai dalam, dan memandangi pistol yang ia pegang saat itu. “DOOOOOR” Uruha terbaring di samping ibunya dengan bersimbah darah.
Ibu, kita pergi ke Neraka bersama kan ?
-OWARI-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar